Minggu, 05 September 2010

sekarang saatnya pulang

Kereta yang aku tunggu itu akhirnya berhenti juga yepat di depanku, juga dengan pintu gerbong yang tepat di depanku. Aku memang diantar ke stasiun itu, oleh kakak sepupuku yang tinggal di Bekasi. Menyenangkan, bertemu dengan keluargaku sebelum bertemu dengan keluargaku di Jogja. Semua terasa sangat indah, mungkin berlebihan, tapi memang bagi seseorang yang sedang jauh dari kampung halamannya hal seperti ini sudah sangat ditunggu-tunggu. Melebihi sebuah suasana pagi yang ditunggu dengan datangnya sore oleh seorang anak kos sepertiku dan anak kos lainnya. Lama aku tidak pulang, ya lama. Seperti apa tempat-tempat favoritku di sana ?

Sebelum aku pulang dengan kereta di mana aku sekarang berdiri di pintunya, aku melihat dulu ke tempat yang ingin aku tinggalkan. Mengingat malam sebelumnya aku melaksanakan ibadah sunnah bersama keluarga kakak sepupu, merasakan kehangatan buka bersama dengan makanan yang sangat bergizi bagi seorang anak kos sepertiku. Dan yang lebih lucu dua keponakan cerdasku, Ghozi dan Dzaky. Mengingat mereka aku jadi teringat masa kecil, yang sudah sangat lalu dengan adikku. Mereka kompak, kombo, dan erat. Terutama dalam main video game di laptopku yang suka hang itu. Intinya mereka benar-benar mirip dengan aku dan adikku. Kata-kata yang selalu aku ingat, mungkin aneh

"Kak gantian main CS (Counter Strike)-nya dong" rengek si Dzaky
"Bentar kakak lagi jago ini" jawaban Ghozi, yang entah kenapa terdengar lucu di
telingaku

Kekompakan yang aneh, tapi mereka sebearnya saling pengertian dan akur. Berbeda dengan pemerintah yang selalu ribut dengan hal yang sepele.

Cukup sudah lamunanku itu, saatnya fokus dan berjalan masuk ke dalam kereta. Aku di gerbong empat, kursi 8A dan tidak ada yang sudah duduk di tempat duduk sampingku. Mungkin nanti datang pikirku. Hal paling menarik dalam kereta kelas bisnis di negeriku ini pun mulai berdatangan. Mereka adalah penjual asongan, makanan, minuman hangat, dan barang- barang elektronik "ajaib" lainnya. Dan yang selalu aku tunggu, mi instan dengan cup dari sterefoam yang katanya tidak sehat itu. Nanti sajalah belinya.

Kereta ini terus melaju, tetap saja banyak pedagang berseliweran dan menurutku mereka bersaing dengan penjual makanan dari gerbong restorasi kereta ini. Tentu yang aku pilih itu dari pedagang asongan, menurutku sih lebih enak dan harganya tidak lebih dari bintang lima. Sebagai informasi, harga makanan dari gerbong restorasi relatif mahal.

Aku juga masih punya teka-teki dalam kereta ini, siapa yang bakal duduk disamping keretaku ini. Tapi aku tetap merasa bakal sendiri saja, ya keadaan itu cukup baik. Lagipula ini malam hari dan mungkin tidak ada waktu untuk mengobrol. Ternyata di stasiun Cirebon yang sebelumnya aku kira sudah di stasiun Purwokerto, orang yang duduk disampingku datang. Ya dia seorang mahasiswa dari kotaku. Tidak ada percakapan, hanya diam dan aku makan mi instan yang sudah aku beli.

Aku melihat ke arah luar lewat jendela di sebelah kanan, hitam. Tidak terlihat apapun. Bahkan setitik cahaya. Semakin sepi meski deru mesin kereta ini sangat tinggi desibell-nya. Pemandangan yang ingin segera kau lihat belum terlihat juga. Aku menunggu stasiun Wates yang berarti itu saatnya aku kirim pesan untuk minta dijemput di stasiun Tugu, Yogya. Mengapa kulihat jam ini selalu lambat ya, mungkin karena aku sudah tak sabar melihat mereka.

"assalamu'alaykum, halo pa" aku menjawab telepon dari ayahku
"wa'alykum salam, udah sampe mana kak? tanya ayahku
"stasiun Wates pa, sebentar lagi, nanti aku sms mas Adi aja"
"ya udah, sms langsung ya biar nanti enggak nunggu lama"
"ya"
"wassalamu'alaykum"
"wa'alaykum salam"

Senang rasanya, berarti setengah jam lagi. Aku siapkan barang bawaanku yang sangat berlebihan. Ada pakaian juga nata de coco yang sama sekali belum aku buat di kos, anak kos yang aneh menurutku. Kereta melambat, ya melambat, hati ini sangat senang dan untuk jantungku masih terikat di aortanya. Dan kereta berhenti. Sebuah teori tercipta.

"menurunnya kecepatan kereta menuju kampung halaman berbanding lurus dengan
kesenangan hati apabila terjadi pada tempat yang dituju dan pada waktu yang telah
ditentukan"

Tak usah diperintah, tak perlu disuruh, segera aku menuju pintu gerbong untuk melihat sebuah setasiun Tugu. Mata ini dimanjakan dengan sebuah ketenangan dan keheningan suasana subuh di Yogya. Aku tarik pendorong di koperku, lalu aku tarik dari depan. Berat juga. Aku melihat sekeliling dan nah itu ada yang menjemputku.

Setelah sedikit obrolan aku segera pulang dengan membonceng di atas motornya. Lagi-lagi Yogayakarta ini menunjukkan keindahannya. Jalan yang sepi di waktu subuh, lampu kendaraan yang mungkin semua biasa saja menjadi sngat spesial di mataku. Tak banyak yang berubah di kota nyaman ini.

Juga rumahku, sambutan hangat datang. Sangat hangat di dinginnya pagi ini, lengkap dengan udara segarnya.

"selamat datang nak"
"nanti mau buka puasa pakai apa ?"
aku jawab
"sayur bayam, ma"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar